Radarblitar.com – Ketika usia anak memasuki 6 bulan, sebaiknya orang tua sesegera mungkin memperkenalkan si kecil dengan makanan pendamping ASI (MPASI). Meskipun sebenarnya menurut pakar kesehatan anak, ASI saja sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak hingga usia 2 tahun, pemberian MPASI akan menjadi penunjang tumbuh kembang pada aspek lainnya.
MPASI selain menjadi makanan pendamping yang memberikan tambahan nutrisi, juga bertujuan untuk melatih kemampuan motorik/gerakan pada mulut (oromotorik). Singkatnya, apabila anak sudah bisa makan (mengunyah dan menelan) dengan baik, kemampuan bicaranya pun akan berkembang optimal.
Namun, banyak ditemukan pada faktanya melatih kemampuan oromotorik anak dengan memperkenalkan MPASI tidak mudah. Apalagi, menguyah sendiri tidak sesederhana yang dibayangkan. Hal mana mengunyah itu sendiri memerlukan rahang yang simetris, gerakan lidah yang lentur, bergerak ke berbagai arah.
Bacaan Penting: Bengkel Motor Paling Murah di Blitar? Cak Nur Kholis Saja
Wajar saja, bila anak usia 6 bulan yang baru dikenalkan makanan tidak selancar bagaimana ia mengkonsumsi ASI. Biasanya respon seperti anak muntah dan tersendak muncul. Yang menjadi permasalahan, orang tua yang gugup akan menganggap anak tidak siap menerima makanan yang diberikan.
Ayah bunda yang baik hati, jangan gugup, teruslah latih anak untuk mengenali dan bisa makan. Mulailah dengan tekstur yang lembut. Namun jangan terlena dan berpuas diri jika si anak sudah bisa makan makanan lembut. Seiring berjalannya waktu, naikan tekstur makanannya menjadi lebih padat/kasar secara perlahan.
Karena terlalu lama membiarkan anak nyaman dengan tekstur lembut, kemampuan oromotoriknya tidak akan berkembang optimal, bahkan bisa saja mengalami gangguan di kemudian hari.
Dilansir dari situr Childern’s Hospital of Wisconsin, menjelaskan bahwa oromotorik dalam makan melibatkan bagaimana kemampuan otot-otot mulut berfungsi; seberapa kuat otot-otot itu bergerak; bagaimana otot-otot itu mengkoordinasikan gerakan.
Sebab munculnya gangguan oromotorik pada anak-anak sendiri masih abstrak, entah ia memang dilahirkan dengan saraf yang tidak berfungsi normal, atau memang tidak berlatih makan dengan benar. Namun mayoritas dokter memberikan tesis, bahwa makan bisa jadi merupakan sebab sekaligus solusi.
Bacaan Penting: Tips Cerdas Mencari Lowongan Pekerjaan di Internet
Analisa Penyebab dan Dampak Oromotorik
Kebetulan, anak saya sendiri (sebut saja namanya Ahmad) menurut diagnosa dokter anak mengalami gangguan oromotorik. Hingga usianya kini menginjak 18 bulan, ia masih belum bisa makan nasi dan makanan bertekstur pada lainnya. Itu menjadi tantangan tersendiri bagi saya dan istri–bagaimana anak tetap mau belajar makan meski sulit.
Dalam pengamatan saya, gangguan oromotorik pada Ahmad tidak terlepas dari pengalaman bulan-bulan sebelumnya. Sebagai orang tua baru, protektif terhadap anak saya rasa wajar saja, pun itu saya.
Semenjak anak saya sudah mulai ngemut tangan, seringkali saya batasi geraknya agar ia tidak memasukan tangan ke mulut. Kata dokter anak, tindakan saya ini menghalangi naluri anak untuk mulai belajar menggunakan mulutnya.
Bacaan Penting: Cardigan Untuk Wanita dengan Style Korea yang Kekinian
Selain itu, sebagaimana yang saya sampaikan sebelumnya, saya sendiri terlalu puas saat anak sudah mau makan bubur halus, bahkan mungkin terlalu haus. Saya mikirnya, yang penting anak saya kenyang dan nutrisinya terpenuhi. Tapi saya keliru, hal itu tanpa sadari menjadikan anak saya tidak optimal dalam menggunakan fungsi oralnya.
Dampak yang paling bisa dirasakan, anak saya pilih-pilih makanan, masih belum mau makan-makanan kasar. Selain itu, ia juga mengalami terlambat bicara disebabkan karena tidak biasa menggerakkan otot-otot mulutnya.
Informasi Penting: Cari Pinjaman Online Mudah dan Terpercaya? Dengan Tunaiku Dapatkan hingga 20 Juta
Untuk melengkapi artikel ini, anda bisa membaca artikel berikutnya, yaitu tentang Ciri-Ciri Gangguan Oromotorik Pada Anak Beserta Solusinya.