RadarBlitar.com – Kota Blitar memang memiliki beberapa monumen yang ikonik. Salah satunya adalah Taman Pecut yang terletak dekat pintu selatan Aloon-aloon Kota Blitar. Monumen berbentuk cambuk ini terinspirasi dari legenda Pecut Kyai Samandiman.
Ada sebuah kepercayaan bahwa pecut tersebut dapat membelah aliran lahar sehingga Blitar terhindar dari terjangan lahar Gunung Kelud. Muhammad Samanhudi Anwar selaku Walikota Blitar sudah meresmikan Monumen Pecut Samandiman tersebut pada Juni 2017 lalu.
Desain patung yang berbentuk tangan dengan menggenggam pecut tersebut mempunyai fisofofi, lho. Patung ini mengajak orang Blitar untuk lebih bersemangat dalam menjalani kehidupan.
Ketika proses meresmikan Monumen dan Taman Pecut, Pemerintah Kota Blitar berharap bahwa taman ini bisa mengubah kesan Kota Blitar. Kota yang dulunya adem ayem dengan warga yang malas menjadi kota dengan warga yang semangat bekerja.
Cerita Menarik Dibalik Taman Pecut
Tri Iman Prasetyo selaku Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Kota Blitar mengatakan bahwa pembangunan taman ini memang menjadi bentuk pengabadian legenda Pecut Samandiman.
Pecut dengan keistimewaan ini merupakan milik Bupati Blitar ke-tiga bernama Kanjeng Pangeran Sosrohadinegoro. Bupati tersebut telah menjabat dari tahun 1915 hingga 1918. Kedasyatan pusaka ini sudah terkenal hingga saat ini.
Terdapat cerita jaman dulu yang mengatakan jika lahar Gunung Kelud datang dari arah utara menuju pendapa Kabupaten tempat Pecut Samandiman dipecutkan oleh sang pemilik. Suara pecutan pun menggelegar hingga angkasa dan aliran lahar langsung tersibak menjadi dua bagian.
Pada zaman dulu, Blitar memiliki posisi tepat di tengah antara dua jalur aliran lahar Gunung Kelud. Pada bagian timur terdapat Kali Putih dan jalur Barat mulai Sumberasri, Nglegok hingga arah Bacem.
Setelah kejadian lecutan tersebut, masyarakat mempercayai bahwa Pecut Samandiman telah mampu membelah aliran lahar menjadi dua ke arah Ponggok dan Udanawu.
Namun, sayangnya tidak ada satu saja sisa sejarah yang mampu membutikan kebenaran peristiwa tersebut. Bahkan, wujud fisik dari Pecut Samandiman pun tidak pernah terlihat oleh orang lain selain pemiliknya.
Versi Cerita Lain Mengenai Pecut Samandiman
Berdasarkan cerita Tri Iman, sejak Bupati Blitar pada masa kolonial meninggal, Pecut Samandiman terkabarkan sudah hilang. Menurut beberapa cerita yang berkembang, pemilik Pecut sakti ini adalah Raja Klono Sewandono yang telah berkuasa di daerah Ponorogo.
Raja Klono Sewandono mendapatkan gaman atau senjata istimewa ini setelah beliau melakukan tapa di Gunung Lawu. Pecut Samandiman merupakan hasil dari proses bertapa tersebut.
Raja Klono Sewando memperoleh Pecut sakti dan Kuda kembar sebagai tunggangan gemblak yang nantinya dia pertunjukkan kepada Kerajaan Daha. Dalam hal ini, beliau menunjukkannya sebagai salah satu syarat sayembara agar bisa mendapatkan seorang putri.
Sampai saat ini, tidak ada yang mengetahui bagaimana cerita pastinya Pecut Samandiman bisa sampai di tangan Bupati Blitar ke-tiga.
Tri Iman menyatakan bahwa kurangnya literasi terkait legenda ini membuat ceritanya berakhir di Kota Blitar. Beliau juga menjelaskan bahwa terdapat jeda dalam kisah tersebut.
Awalnya, terdapat cerita tentang Klono Sewandono pada zaman Wengker pra Majapahit. Kemudian, tiga periode di zaman Kerajaan Majapahit.
Selanjutnya, terdapat cerita mengenai bupati di masa Belanda. Ketika zaman penjajahan Belanda inilah, muncul kisah-kisah baru pengikut pangeran Diponegoro yang pindah ke Blitar tahun 1825 sampai 1830. Waktu inilah yang membuat legenda seputar kehebatan Pecut Samandiman datang kembali.
Meskipun belum ada kepastian cerita. Namun, hadirnya monumen ini menjadi doa dan harapan baru untuk masyarakat Blitar. Kita patut berbangga dan menjaganya. Semoga bermanfaat!